Minggu, 14 September 2014

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN



KENAIKAN TITIK DIDIH LARUTAN

1.      Kenaikan Titik Didih Larutan Nonelektrolit
Adanya zat terlarut menyebabkan tekanan uap pelarut murni turun; atau tekanan uap larutannya akan lebih rendah dari tekanan uap pelarut murninya. Dengan demikian adanya zat terlarut, titik didih larutan tidak akan sama dengan titik didih pelarut murninya.
Cairan baru mendidih bila tekanan uapnya sama dengan tekanan udara sekitar. Pelarut air mendidih pada 100°C pada tekanan uap air 760 mmHg. Tetapi larutannya, pada 100°C belum mendidih karena tekanan uapnya kurang dari 760 mmHg. Larutan akan mendidih pada suhu yang lebih tinggi agar tekanan ini mencapai 760 mmHg.
Dengan demikian, adanya zat terlarut akan mengakibatkan kenaikan titik didih larutannya. Kenaikan titik didih ini sebanding dengan konsentrasi zat terlarut. Bila konsentrasi zat terlarut semakin kecil, maka kenaikan titik didih juga semakin kecil, dan sebaliknya. Jadi, dengan adanya zat terlarut di dalam air, maka titik didih air menjadi lebih besar dari 100°C pada tekanan 1 atm.
Oleh Raoult, kenaikan titik didih dirumuskan sebagai berikut :
ΔTb = m . Kb

Dengan ΔTb   = kenaikan titik didih (°C)
                Kb   = tetapan kenaikan titik didih molal (°C/molal)
                m    = molalitas larutan
Harga Kb tergantung pada jenis pelarut yang digunakan. Untuk setiap pelarut, besarnya tetapan kenaikan titik didih molal berbeda-beda.

2.      Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit
Hukum Raoult ini tidak berlaku untuk larutan elektrolit yang zat terlarutnya dapat terionisasi di dalam larutannya. Nonelektrolit yang melarut akan memberikan sejumlah partikel sesuai dengan konsentrasinya. Misalnya, 1 mol gula, C12H22O11 terlarut hanya akan menghasilkan 1 mol partikel terlarut berupa molekul di dalam larutannya. Berbeda dengan elektrolit seperti NaCl dan KCl. Misalnya 1 mol NaCl terlarut akan memberikan total 2 mol partikel terlarut berupa ion di dalam larutannya. Jumlah partikel terlarut dari larutan nonelektrolit berbeda dengan larutan elektrolit, dan berarti akan memberikan sifat koligatif  larutan yang berbeda pula termasuk akan memberikan kenaikan titik didih yang berbeda pula.
Oleh karena itu menurut Van’t Hoff, untuk larutan elektrolit, persamaan itu harus dikoreksi menjadi,
ΔTb = m . Kb . i

                           Dimana : i = faktor koreksi (sering disebut juga faktor Van’t Hoff)

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN



PENURUNAN TEKANAN UAP LARUTAN (ΔP)

a.    Pengertian Tekanan uap
Tekanan uap adalah tekanan gas yang berada di atas zat cairnya di dalam tempat tertutup, dimana gas dan zat cair berada dalam kesetimbangan dinamis. Besarnya tekanan uap bergantung pada jenis zat dan suhu. Zat yang memiliki gaya tarik menarik anarpartikel relatif besar berarti sukar menguap, mempunyai tekanan uap yang relatif rendah, contohnya garam, gula, glikol, dan gliserol. Sebaliknya, zat yang memiliki gaya tarik-menarik antarpartikel relatif lemah berarti mudah menguap, mempunyai tekanan uap yang relatif tinggi. Zat seperti itu dikatakan mudah menguap atau atsiri (volatil), contohnya etanol dan eter. Bila suhu dinaikan, energi kinetik molekul-molekul zat bertambah sehingga semakin banyak molekul-molekul yang berubah menjadi gas akibat tekanan uap semakin besar.
b.   Penurunan Tekanan Uap dan Hukum Raoult
            Komposisi uap di permukaan larutan telah dipelajari oleh seorang kimiawan dari Perancis, yaitu Francois Marie Roult (1830-1901). Raoult menemukan bahwa tekanan uap suatu komponen bergantung pada fraksi mol komponen itu dalam larutan, dengan hubungan sebagai berikut.

Ppelarut = Xpel x Pºpel

 
Keterangan :
PA = tekanan uap pelarut
PºA = tekanan uap pelarut murni
XA = fraksi mol komponen pelarut
Jika zat terlarut sukar menguap, maka uap di permukaan larutan terdiri atas uap zat pelarut saja. Jika demikian, maka tekanan uap larutan sama dengan tekanan uap pelarut. Sesuai dengan hukum Raoult, tekanan uap pelarut bergantung pada fraksi molnya. Jadi, jika zat terlarut sukar menguap, maka :
Plarutan = Ppelarut = Xpelarut × Pºpelarut
Plarutan = Xpelarut × Pºpelarut
Oleh karena fraksi mol pelarut < 1, maka P larutan akan lebih rendah daripada Pº pelarut. Dengan kata lain, zat terlarut yang sukar menguap akan menurunkan tekanan uap pelarut. Selisih antara tekanan uap pelarut dengan tekanan uap larutan disebut penurunan tekanan uap (ΔP).
ΔP = Pº - P
          Nilai penurunan tekanan uap larutan (ΔP) dapat dikaitkan dengan fraksi mol terlarut. Telah diketahui bahwa Xpel + Xter = 1, sehingga Xpel = (1-Xter), maka persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk lain sebagai berikut.
ΔP = Pº- P
      = Pº- (Xpel × Pº)
      = Pº- (1- Xter) Pº
      = Pº -Pº + (Xter × Pº)
      = Xter × Pº
ΔP = Xter × Pº
          Penurunan tekanan uap merupakan sifat koligatif larutan, artinya bahwa penurunan tekanan uap tidak bergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya pada konsentrasi (fraksi mol). Fraksi mol yang sama akan mempunyai penurunan tekanan uap yang sama pula.
c.    Faktor van’t Hoff
Untuk menghitung nilai-nilai sifat koligatif larutan elektrolit, persamaan-persamaan yang telah diberikan untuk larutan non-elektrolit dapat digunakan dengan menambahkan faktor i, nilai faktor van’t Hoff merupakan perbandingan antara efek koligatif larutan elektrolit dengan larutan non-elektrolit pada konsentrasi yang sama.
i =1 + (n-1
dengan α = derajat ionisasi elektrolit
              n = jumlah ion yang dihasilkan oleh 1 satuan rumus senyawa elektrolit.
       Untuk Penurunan Tekanan Uap larutan elektrolit berlaku :